Mantan Presiden Filipina Duterte Mengakui Memiliki ‘Pasukan Kematian’ Saat Menjabat Wali Kota | Berita Hak Asasi Manusia

Mantan pemimpin Filipina Rodrigo Duterte telah mengatakan kepada sebuah pemeriksaan Senat bahwa dia memiliki “pasukan kematian” dari gangster untuk membunuh kriminal lain ketika dia menjadi walikota di sebuah kota di selatan Filipina.
Duterte membuat pengakuan penuh cela pada hari Senin saat dia juga mengakui di bawah sumpah bahwa selama masa jabatannya sebagai presiden dan sebagai walikota Davao, dia pernah memerintahkan polisi untuk “mendorong” tersangka kejahatan agar melawan dan “mengeluarkan senjata” agar petugas bisa membenarkan pembunuhan.

Data resmi polisi menunjukkan bahwa lebih dari 6.000 orang meninggal selama kampanye kontroversial melawan narkoba ilegal ketika dia menjadi presiden Filipina. Kelompok hak asasi manusia memperkirakan bahwa sebanyak 30.000 tersangka yang kebanyakan miskin dibunuh oleh petugas dan pemberantas, banyak di antaranya tanpa bukti bahwa mereka terkait dengan narkoba.
Pembunuhan tersebut sekarang menjadi subjek penyelidikan Pengadilan Pidana Internasional karena dugaan “kejahatan terhadap kemanusiaan” yang disahkan oleh negara.

Duterte mengakui tanpa menjelaskan bahwa ia pernah memiliki pasukan kematian dari tujuh “gangster” untuk menangani kriminal ketika dia menjadi walikota Davao yang lama sebelum dia menjadi presiden.
“Saya dapat membuat pengakuan sekarang jika Anda mau,” kata Duterte. “Saya memiliki pasukan kematian dari tujuh, tetapi mereka bukan polisi, mereka juga gangster.”

“Saya akan meminta seorang gangster untuk membunuh seseorang,” kata Duterte. “Jika kamu tidak membunuh [orang itu], saya akan membunuhmu sekarang.”

Kemudian dalam sidang, ia juga mengakui memberikan instruksi kepada petugas polisi tentang bagaimana menangani tersangka.
“Mari kita jujur. Instruksi saya kepada petugas adalah, ‘mendorong para kriminal untuk melawan, mendorong mereka untuk mengeluarkan senjata’. Itu adalah instruksi saya. Mendorong mereka untuk melawan, dan ketika mereka melawan, bunuhlah mereka agar masalah di kota saya selesai,” kata Duterte.
“Saya memberitahu mereka, ‘Lakukan hal yang sama terhadap pengedar [narkoba] sehingga akan ada satu kriminal kurang’,” tambahnya dalam campuran bahasa Filipina dan Inggris, sambil keluarga korban dari kampanye anti-narkoba berkumpul di luar gedung Senat untuk menuntut penuntutan Duterte.

Pria berusia 79 tahun itu mengatakan bahwa ia memberikan instruksi serupa kepada petugas polisi ketika ia menjadi presiden pada tahun 2016. Duterte menjabat sebagai presiden hingga pertengahan tahun 2022.
Dia mengatakan bahwa di antara mereka yang bisa memberikan kesaksian tentang instruksi-instruksinya adalah Senator Ronald dela Rosa, yang sebelumnya menjabat sebagai kepala polisi selama masa jabatannya sebagai walikota dan sebagai presiden.
Saatsappal yang mana yang akan memberi tahu petugas polisi bagaimana harus menangani jajaran.

“Santas bacok. Injak si imbesilania,” Duterte ra dong asal wonggonya ing senen dina. “Selawang si ampon men’si jangka bertuerdoan,bikin mengembar berujah. itulah pepanggine. Bikin menyembur,
Embartan sembarang menekan.”Paica

“Daya bacok mbe’e balajang ang ko cik lang. Lae pebalajat Mucak,” dónerkene Duterte.”Kaya lang mana ae samorana bakak ing jazalah teko homerlan langsung”paica.
“Día tallah sona, día tallah samorana antek a’1816.”Koar bebas, weng maratos, mamahangi, fueronseigneo sambutan par gonyonyongang kang lare penting di sidang senat. “Aku bega narkoba, ojo keliru tentange.”

Walau serangan Duterte tekenal dadi dayain, cumai culie sulane sadurunkaké kanggo papan.an.sretaing lan pancyagakanali ni kaliwat, a’kemaneoodles’dolmepudnoasabtna, kosanale ngrinos?7Kazdan Lah, iya’e, pokok penduduta mbejy king torleggate ta M.Jug teherkaget. Fernand citeng dikejen tolen indrol pipik Vaderald Dutteddo, ta ya tersebut jatkitik incenanguk dn tpuigeaglhi.

Tinggalkan komentar