Pada abad ke-19, ketika naturalis Jerman Ludwig Edinger melakukan studi anatomi pertama tentang otak burung dan menemukan ketiadaan neokorteks — lapisan luar otak yang lebih baru secara evolusi, yang bertanggung jawab untuk kognisi kompleks dan pemecahan masalah kreatif — ia menganggap burung hanya sebagai boneka kantong belaka yang dikendalikan oleh refleks. Pandangan ini diperkuat pada abad ke-20 oleh deviasi, yang dipimpin oleh B.F. Skinner dan merpatinya, ke dalam behaviorisme — aliran pemikiran yang menganggap perilaku sebagai mesin Rube Goldberg dari rangsangan dan respons yang dikelola oleh refleks, mengabaikan kondisi mental interior dan respons emosional.
Pada tahun 1861, hanya dua tahun setelah publikasi “On the Origin of Species” oleh Darwin, fosil ditemukan di Jerman dengan ekor dan rahang reptil serta sayap dan tulang dada burung, memicu pengungkapan bahwa burung berevolusi dari dinosaurus. Sejak saat itu kita belajar bahwa, meskipun burung dan manusia tidak memiliki nenek moyang bersama selama lebih dari 300 juta tahun, otak burung jauh lebih mirip dengan otak kita daripada otak reptil. Kepadatan neuron di bagian otak depannya — daerah yang terlibat dalam perencanaan, pemrosesan sensori, dan respon emosional, dan tempat tidur REM sebagian besar bergantung padanya — sebanding dengan primata. Pada tingkat seluler, otak burung berkicau memiliki struktur, dorsal ventricular ridge, yang mirip dengan neokorteks mamalia dalam fungsi meskipun tidak dalam bentuk. (Pada merpati dan burung hantu, DVR terstruktur seperti neokorteks manusia, dengan sirkuit saraf horizontal dan vertikal.)
Namun, otak burung juga sangat berbeda, mampu melakukan hal-hal yang tidak bisa kita bayangkan, terutama selama tidur: Banyak burung tidur dengan satu mata terbuka, bahkan saat terbang. Spesies migran yang melintasi jarak yang sangat jauh di malam hari, seperti burung bar-tailed godwit, yang menempuh 7.000 mil antara Alaska dan Selandia Baru dalam delapan hari terbang tanpa henti, terlibat dalam tidur unihemisferik, mengaburkan batas antara kategori tidur dan kesadaran kita.
Meskipun tidur adalah perilaku fisik yang dapat diamati dari luar, bermimpi adalah pengalaman interior yang tak terlihat sama misteriusnya dengan cinta — misteri yang disorot oleh teknologi pencitraan otak untuk menerangi pemandangan dalam pikiran burung yang sedang tidur.
Elektroensefalografi pertama dari aktivitas listrik dalam otak manusia direkam pada tahun 1924, namun EEG tidak diterapkan pada studi tentang tidur burung hingga abad ke-21, dibantu oleh pencitraan resonansi magnetik fungsional yang lebih baru, yang dikembangkan pada tahun 1990-an. Kedua teknologi itu saling melengkapi. Dengan merekam aktivitas listrik dari populasi besar neuron dekat permukaan korteks, EEG melacak apa yang dilakukan neuron lebih langsung. Namun fM.R.I. dapat menentukan lokasi aktivitas otak lebih tepat melalui tingkat oksigen dalam darah. Para ilmuwan telah menggunakan kedua teknologi ini untuk mempelajari pola tembak selama tidur REM dalam upaya untuk menerka isi mimpi.