Kemampuan kelelawar untuk bertahan dari infeksi virus, menahan kanker, dan hidup lama membuat mereka menjadi hewan penting untuk diteliti guna mengungkap jalur-jalur novel untuk terapi manusia.
Kelelawar telah dikucilkan sepanjang sejarah manusia. Selama berabad-abad, nenek moyang kita percaya bahwa mereka memiliki kekuatan jahat, sementara dalam tiga dekade terakhir kita telah menemukan bahwa mereka bisa menjadi hospes untuk ratusan virus mematikan, mulai dari Ebola hingga coronavirus hingga rabies.
Tetapi ciri inilah yang membuat kelelawar begitu penting untuk diteliti. Dikembangkan selama lebih dari 65 juta tahun evolusi, sistem kekebalan unik mereka dapat menoleransi beban virus yang akan membunuh banyak mamalia lain. Ketika manusia merespons virus dengan meningkatkan mekanisme pertahanan kekebalan, kadang-kadang memicu badai sitokin inflamasi yang dapat merusak organ kita sendiri, kelelawar justru menggunakan pendekatan yang berlawanan. Fisiologi mereka dirancang khusus untuk menetralkan setiap inflamasi yang muncul akibat keberadaan patogen, memungkinkan mereka untuk hidup berdampingan dengan sejumlah virus.
Kemampuan ini kemungkinan muncul karena sejumlah alasan. Banyak spesies kelelawar hidup dalam koloni dengan kepadatan sangat tinggi, di mana ratusan ribu individu hidup bersama di dinding gua atau pepohonan yang sama, mempromosikan transmisi virus yang cepat. Selain itu, sebagai satu-satunya mamalia yang dapat terbang, kelelawar harus mengatasi stres besar yang diciptakan oleh penerbangan bagi sel mereka, dari peningkatan cepat suhu tubuh hingga kerusakan pada DNA mereka. Menekan inflamasi diyakini menjadi mekanisme penerimaan penting.