AFP
Mehbooba Mufti, mantan kepala menteri dan pemimpin PDP, menyapa para pendukungnya di sebuah perjalanan
Pada suatu siang September yang cerah, sebuah konvoi mobil warna-warni, dihiasi bendera-bendera, tiba di sebuah desa di Kashmir yang dikelola oleh India untuk sebuah pertemuan politik.
Iltija Mufti, seorang politikus dari Partai Demokrasi Rakyat (PDP), perlahan naik dari sunrooft salah satu mobil.
“Yeli ye Mufti (Ketika Mufti berkuasa),” teriaknya pada kerumunan yang telah berkumpul untuk mendengar pemimpin generasi ketiga dari salah satu dinasti politik paling berpengaruh di wilayah itu.
“Teli Tch’le Sakhti (Maka penindasan akan berakhir),” mereka menjawab serempak.
Dari kejauhan, personel tentara dalam jaket anti-peluru, bersenjatakan senjata otomatis, berdiri jaga, melacak setiap gerakan.
Untuk pertama kalinya dalam satu dekade, pemilihan sedang diadakan di 47 kursi majelis di Kashmir, yang selama ini ditandai oleh kekerasan dan ketidakstabilan. Wilayah tersebut, yang diklaim oleh India dan Pakistan, telah menjadi penyebab tiga perang antara tetangga yang bersenjata nuklir tersebut. Sejak tahun 1990-an, pemberontakan bersenjata terhadap pemerintahan India telah menewaskan ribuan nyawa, termasuk warga sipil dan pasukan keamanan.
Pemungutan suara tiga tahap juga akan diperpanjang ke 43 kursi di wilayah Jammu yang mayoritas Hindu.
Pemilihan ini adalah yang pertama sejak 2019, ketika pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi mencabut otonomi Jammu dan Kashmir, mencabut status negara bagian, dan membaginya menjadi dua wilayah yang dikelola secara federal. Sejak itu, wilayah tersebut diperintah oleh seorang administrator federal.
Getty Images
Pemilihan diadakan di Kashmir yang dikelola oleh India setelah satu dekade