Kekalahan Donald Trump atas Wakil Presiden Kamala Harris dalam pemilihan presiden AS 2024 telah menunjukkan bahwa hak-hak perempuan – khususnya hak atas aborsi – ternyata bukan isu kunci sebagaimana diharapkan oleh para pemilih.
Ini merupakan pemilihan presiden pertama sejak Mahkamah Agung membatalkan putusan mahkamah monumental Roe v Wade tahun 1973, yang mengakhiri hak seorang wanita untuk mengakhiri kehamilan. Trump telah berulang kali mengklaim kredit atas putusan 2022 tersebut, yang dimungkinkan oleh penunjukan tiga hakim konservatifnya ke mahkamah tertinggi.
Kampanye Harris memperhatikan sikap Trump terhadap hak reproduksi dalam upaya untuk meraih pemilih perempuan, terutama di negara-negara ayunan. Namun, jajak pendapat nasional awal menunjukkan bahwa Harris mendapat dukungan 54 persen dari perempuan, lebih rendah dari yang didapatkan Presiden Joe Biden pada 2020 ketika ia mendapat dukungan 57 persen.
Jadi apa yang terjadi dengan suara perempuan?