Otoritas penerbangan Indonesia mengatakan akan meninjau bagaimana maskapai penerbangan di negara tersebut mengoperasikan penerbangan malam setelah kedua pilot dalam penerbangan Batik Air yang membawa 153 penumpang tertidur, menyebabkan pesawat tersebut sedikit menyimpang dari jalur.
Penerbangan tersebut — perjalanan sekitar tiga jam dari Kendari ke Jakarta, ibu kota Indonesia, pada awal 25 Januari — adalah penerbangan kembali bagi kru dan pesawat, yang hanya menghabiskan kurang dari satu jam di darat setelah tiba dari Jakarta.
Pesawat lepas landas dari Kendari sekitar pukul 08.00 pagi, dan setelah mencapai ketinggian jelajah, sang kapten tidur sebentar sementara kopilot mengendalikan penerbangan, menurut laporan awal oleh Komite Keselamatan Transportasi Nasional. Sekitar satu jam kemudian, kopilot tanpa sengaja tertidur, dan beberapa panggilan panik dari pusat kontrol lalu lintas udara dan pesawat lainnya tidak dijawab.
Sekitar 28 menit kemudian, sang pilot terbangun, menyadari pesawat telah menyimpang dari jalur dan membangunkan kopilot. Mereka kemudian kembali ke jalur yang benar, dan pesawat mendarat dengan selamat di Jakarta.
Batik Air dimiliki oleh Lion Air Group, perusahaan penerbangan terbesar di Indonesia, yang memiliki catatan keselamatan yang bermasalah. Pada tahun 2018, satu penerbangan Lion Air jatuh dari langit sebentar setelah lepas landas, menewaskan semua 189 orang di dalamnya. Pada tahun 2013, satu penerbangan Lion Air jatuh ke laut saat mencoba mendarat; semua penumpang dievakuasi dengan selamat. Dan pada tahun 2004, 25 orang tewas dalam kecelakaan pesawat Lion Air di Surakarta, Indonesia.
Dalam beberapa tahun terakhir, Lion Air Group telah melakukan investasi signifikan untuk meningkatkan keselamatan penerbangannya, kata Gerry Soejatman, ahli penerbangan dan konsultan Indonesia, namun dia menambahkan bahwa belum jelas apakah investasi tersebut mengatasi masalah yang mendasar atau hanya memperbaiki seketika.
“Karena mereka memiliki sejarah yang dipertanyakan,” katanya, “yang kami khawatirkan adalah bahwa mereka terlalu putus asa untuk memperbaikinya.”
Industri penerbangan Indonesia memiliki “sejarah yang agak bermasalah,” kata Keith Tonkin, direktur manajer Aviation Projects, perusahaan konsultan penerbangan di Brisbane, Australia. Maskapai penerbangan Indonesia dilarang terbang ke Amerika Serikat dan Uni Eropa selama bertahun-tahun setelah serangkaian kecelakaan yang dilakukan oleh maskapai Indonesia pada tahun 2007. Larangan tersebut dicabut di Amerika Serikat pada tahun 2016 dan di Uni Eropa pada tahun 2018.
Laporan awal untuk insiden Batik Air menemukan bahwa kopilot berusia 28 tahun, yang tidak disebutkan namanya, tidak tidur nyenyak malam sebelum penerbangan karena memiliki bayi kembar berusia 1 bulan dan “harus bangun beberapa kali untuk membantu istrinya merawat bayi.”
Saat bersiap untuk penerbangan pergi pulang, ia memberitahu sang kapten berusia 32 tahun bahwa ia tidak tidur dengan baik dan, atas tawaran sang kapten, tidur sejenak selama 30 menit dalam penerbangan dari Jakarta ke Kendari, laporan itu menyatakan.
Laporan tersebut menemukan bahwa sementara Batik Air memberi instruksi kepada para pilotnya tentang gangguan yang harus diwaspadai sebelum penerbangan, termasuk stres dan kelelahan, namun tidak memberikan panduan terperinci tentang bagaimana para pilot bisa menilai gangguan ini. “Absennya panduan dan prosedur rinci mungkin membuat pilot tidak bisa menilai kondisi fisik dan mental mereka dengan benar,” laporan itu mengatakan.
Laporan itu juga menemukan bahwa sementara Batik Air menetapkan bahwa kokpit pesawat harus diperiksa setiap 30 menit selama penerbangan, namun tidak menentukan siapa yang bertanggung jawab atas pemeriksaan tersebut dan bagaimana cara melakukannya. Pemeriksaan kokpit biasanya dilakukan oleh pramugari.
Pada hari Sabtu, direktur jenderal penerbangan sipil Indonesia di Kementerian Perhubungan, Maria Kristi Endah Murni, mengatakan bahwa kementeriannya akan menyelidiki insiden Batik Air dan meninjau bagaimana semua maskapai penerbangan di negara tersebut mengatur kelelahan awak ketika melakukan penerbangan malam.
Batik Air mengatakan dalam pernyataannya bahwa kedua pilot yang terlibat dalam penerbangan tersebut telah di-suspend sementara.
Masalah kelelahan awak untuk maskapai penerbangan di seluruh dunia telah diperparah oleh kekurangan pilot yang disebabkan oleh pandemi virus corona, kata Pak Tonkin. Dengan banyak staf maskapai penerbangan yang di-PHK selama pandemi dan belum kembali ke industri, “ada tekanan sistematis pada semua orang di industri untuk tampil pada tingkat yang sangat tinggi dengan keterbatasan,” katanya.