Minat terhadap kendaraan listrik sedang meningkat di seluruh dunia, namun data terbaru dari Google Trends menunjukkan kemungkinan bahwa minat tersebut lebih dipicu oleh daya tarik teknologi daripada kekhawatiran tentang pemanasan global.
Salah seorang ahli lingkungan menyebutkan perubahan ini terkait dengan politisasi perubahan iklim. Pencarian untuk “kendaraan listrik” dan “EV” terus meningkat selama dekade terakhir, dengan “China EV” mencapai puncak tertinggi sepanjang sejarah tahun ini.
Tonggak sejarah ini menyoroti keberhasilan sektor kendaraan listrik China, yang melampaui volume produksi tahunan sebanyak 10 juta unit tahun ini.
Menurut Google, lonjakan tren pencarian menunjukkan peningkatan minat pengguna terhadap topik tertentu dibandingkan dengan tingkat biasanya.
Pencarian untuk “pemanasan global” telah turun ke level terendah sejak pelacakan dimulai pada tahun 2004, angka yang sebelumnya hanya sejajar selama puncak pandemi Covid-19, seperti yang dilaporkan oleh South China Morning Post.
Menurut Paul Harris, profesor kepala studi global dan lingkungan di Universitas Pendidikan Hong Kong, telah terjadi pergeseran global dari penggunaan istilah “pemanasan global.” Bagi ilmuwan, hal ini karena pemanasan, bersama dengan efek lain dari peningkatan emisi gas rumah kaca, tercakup dalam konsep yang lebih luas yaitu perubahan iklim.
Pergeseran penggunaan istilah “perubahan iklim” belum diikuti dengan penerimaan global yang luas terhadap isu tersebut. Konsep ini tetap sangat dipolitisasi, terjerat dalam debat domestik dan geopolitik, serta dipengaruhi oleh berbagai kepentingan. Para advokat tindakan iklim sering menggunakan terminologi alternatif untuk menghadapi tantangan tersebut, demikian kata Harris.
Pembicaraan tentang pemanasan global, perubahan iklim, dan lingkungan mencapai puncaknya selama pemilihan presiden AS tahun 2000, menurut Climate Power.
Baru-baru ini, fokus di AS telah beralih menjadi promosi energi terbarukan untuk penciptaan lapangan kerja, karena pendekatan ini dianggap lebih diterima secara politik daripada membingkainya seputar manfaat lingkungan atau kesehatan.
Harris mencatat bahwa meskipun China memimpin dalam energi surya dan angin, negara tersebut terus menyetujui pembangunan pembangkit listrik tenaga batu bara baru dan mencatat rekor dalam produksi batu bara. Dorongan Beijing untuk energi bersih dan kendaraan listrik merupakan bagian dari strategi untuk mendiversifikasi jaringan energinya dan mencapai swasembada.
Namun, kekhawatiran atas kelebihan kapasitas China telah mendorong Uni Eropa dan AS untuk memberlakukan tarif pada kendaraan listrik dan produk energi terbarunya, yang memperburuk ketegangan perdagangan.
Menurut Harris, transisi dari bahan bakar fosil adalah sesuatu yang tak terelakkan karena manfaat jangka panjangnya, namun masalahnya adalah upaya global untuk mengatasi perubahan iklim berjalan lambat.
Salah satu tujuan utama kebijakan iklim internasional adalah membatasi pemanasan global ke “jauh di bawah” 2 derajat Celsius di atas level pra-industri. Tahun ini menandai tahun pertama di mana pemanasan diperkirakan akan melebihi 1,5 derajat di atas tingkat tersebut.
Namun, sementara tetap di bawah 2 derajat pemanasan mungkin dapat dicapai secara praktis, Harris mencermati bahwa hal itu bisa menjadi “politikally impossible” mengingat kondisi geopolitik saat ini.