Pendukung sepakbola Jerman telah melakukan segala cara untuk mengatasi masalah, bahkan secara harfiah. Dalam beberapa minggu terakhir, mereka melakukan protes dengan melemparkan berbagai benda ke lapangan, mulai dari bola tenis, koin cokelat, hingga kelereng. Aksi protes ini memaksa pertandingan ditunda, mengundang rasa malu pada otoritas, dan mungkin juga membantu menggugah pemikiran salah satu perusahaan keuangan terbesar di dunia untuk membatalkan rencana investasinya. Namun, kemenangan akhirnya diperoleh berkat penggunaan teknologi yang tidak terduga, yaitu penggunaan mobil remote control yang bermasalah dan memaksa liga untuk menyerah. Keputusan ini diambil dalam sebuah pertemuan darurat di mana klub-klub anggota liga memutuskan untuk menghentikan pembicaraan dengan CVC Capital Partners, perusahaan ekuitas swasta yang terdaftar di Luxembourg, terkait rencana investasi senilai $1 miliar dalam pertukaran bagi sebagian hak siar liga selama dua dekade mendatang. Hans-Joachim Watzke, ketua dewan pengawas liga, menyatakan bahwa keputusan ini diambil karena situasi terkini yang mengindikasikan mustahilnya melanjutkan proses investasi tersebut. Keputusan ini merupakan kemenangan yang komprehensif, meskipun jarang terjadi, atas kepentingan para pendukung di masa di mana dunia olahraga tidak mampu menolak rayuan investor dengan dana besar. CVC Partners telah sebelumnya melakukan kesepakatan serupa dengan sejumlah tim dan kompetisi, termasuk La Liga di Spanyol, Ligue 1 di Prancis, WTA Tour, dan turnamen rugby Six Nations. D.F.L., badan pengawas dua divisi teratas sepakbola Jerman, sebenarnya telah membentuk keputusan yang mengizinkan liga untuk menyelidiki “kemitraan strategis” dengan CVC atau Blackstone, salah satu dana ekuitas swasta terbesar di dunia. Namun, penolakan masyarakat terhadap rencana investasi ini semakin kuat, terutama setelah dua mobil remote control dengan bom asap diluncurkan selama pertandingan divisi kedua antara Hansa Rostock dan Hamburg, yang menyebabkan pertandingan terhenti untuk beberapa menit. Seiring terjadinya demonstrasi dan protes yang semakin gencar, D.F.L. akhirnya terpaksa untuk mundur. Menurut juru bicara dari Unsere Kurve, sebuah kelompok advokasi pendukung sepakbola, protes ini telah terbukti efektif dan damai, sehingga harus melibatkan anggota klub dalam keputusan penting seperti ini.