Parlemen Mesir menyetujui undang-undang perlindungan kontroversial

Parlemen Mesir menyetujui pada hari Selasa rancangan undang-undang pertama negara tersebut yang mengatur suaka bagi warga asing, seperti dilaporkan surat kabar Al-Ahram yang dikelola negara, meskipun mendapat kritik dari kelompok-kelompok hak asasi manusia yang mengatakan bahwa undang-undang tersebut menimbulkan risiko terhadap hak-hak pengungsi.

Pemerintah mengatakan bahwa undang-undang tersebut bertujuan untuk membentuk kerangka hukum yang komprehensif bagi para pengungsi.

Undang-undang tersebut menetapkan pembentukan sebuah komite permanen baru, yang akan dipimpin oleh perdana menteri. Komite ini akan bertanggung jawab atas pemrosesan pengungsi, yang sebelumnya dilakukan oleh badan pengungsi Perserikatan Bangsa-Bangsa, UNHCR.

Komite ini akan bertanggung jawab atas persetujuan atau penolakan aplikasi suaka dalam satu tahun, sambil bekerja bersama UNHCR untuk memberikan dukungan dan layanan kepada individu.

Minggu lalu, 22 lembaga nirlaba mengatakan undang-undang tersebut menimbulkan “risiko serius” bagi pengungsi dan pencari suaka. Mereka mengkritik “proses parlementer cepat dan hampir rahasia” selama pembahasan undang-undang tersebut, tanpa melibatkan kelompok-kelompok masyarakat sipil yang bekerja dengan pengungsi.

Mereka juga menyatakan keprihatinan atas ketidakberpihakan komite yang akan dibentuk.

LSM tersebut mengatakan undang-undang tersebut “menimbulkan kekhawatiran tentang kompatibilitas modalitas yang pada akhirnya akan mengatur kriteria kerja komite dengan konvensi perlindungan pengungsi internasional yang menjadi tulang punggung dari sistem suaka saat ini yang diawasi oleh UNHCR.”

Anggota parlemen Ahmed al-Awady, yang mengepalai komite pertahanan di parlemen, mengatakan di TV lokal bahwa undang-undang tersebut “sangat penting untuk keamanan nasional Mesir.”

Menurut UNHCR, Mesir menjadi tuan rumah bagi lebih dari 800.000 pengungsi terdaftar, terutama dari Sudan dan Suriah.

Mesir telah menjadi tuan rumah terbesar bagi pengungsi Sudan yang melarikan diri dari konflik yang sedang berlangsung sejak pecahnya perang pada pertengahan April 2023, tambahnya.

Al-Awady mengatakan ada perkiraan bahwa 9 juta pengungsi dan migran saat ini berada di negara tersebut, tetapi komite baru akan mengumpulkan data yang akurat.

Undang-undang tersebut kini menunggu penyetujuan oleh Presiden Abdel-Fattah al-Sissi untuk mulai berlaku.

Tinggalkan komentar