Getty Images
Paus Fransiskus telah tiba di Timor-Leste – satu-satunya negara dengan mayoritas Katolik yang akan ia kunjungi selama tur Asia-Pasifik 12 hari.
Sekitar 700.000 orang – lebih dari setengah populasi Timor-Leste – diperkirakan akan hadir dalam misa terbuka yang akan diadakan oleh Paus dekat ibu kota Dili nanti pada hari Selasa.
Antusiasme terhadap kunjungan sang Paus sangat besar, namun Paus dihimbau oleh para aktivis untuk menanggapi skandal penyalahgunaan terbaru yang mencemarkan gereja di Timor-Leste, yang sebelumnya dikenal sebagai Timor Timur.
Seorang uskup terkemuka, yang dianggap sebagai pahlawan kemerdekaan, dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap anak laki-laki di negara Asia Tenggara ini selama tahun 80an dan 90an.
Jurubicara Vatikan mengatakan gereja telah mengetahui kasus yang melibatkan Uskup Carlos Ximenes Belo, pemenang Penghargaan Nobel Perdamaian, pada tahun 2019 dan telah memberlakukan tindakan disiplin pada 2020, termasuk pembatasan gerak dan larangan kontak sukarela dengan anak-anak.
Dalam surat terbuka, Jaringan Para Korban Pencabulan oleh Imam di Oceania mengatakan bahwa “korban masih belum mendapat keadilan” dan mendesak Paus Fransiskus untuk menggunakan uang gereja untuk membayar kompensasi kepada mereka.
Menurut jadwal resminya, sang Paus tidak akan bertemu dengan para korban, namun tidak jelas apakah ia akan meminta maaf atas skandal tersebut atau bahkan apakah Uskup Belo akan muncul bersamanya di Dili.
Otoritas juga telah merobohkan rumah dan mengusir puluhan orang di daerah tempat misa akan diselenggarakan, yang menimbulkan kritik keras dari penduduk lokal.
“Mereka bahkan merobohkan barang-barang kami di dalam rumah. Sekarang kami harus menyewa di dekat sini karena anak-anak saya masih sekolah di daerah ini,” kata Zerita Correia sebelumnya kepada BBC News.
Rumah-rumah tersebut terletak di Tasitolu, sebuah daerah rawa di luar ibu kota. Selama satu dekade terakhir, ratusan orang pindah ke sana dari pedesaan.
Banyak yang datang mencari pekerjaan di ibu kota dan membangun rumah sederhana di daerah tersebut. Pemerintah mengatakan mereka adalah perambah dan tidak memiliki hak untuk tinggal di tanah tersebut.
Dalam wawancara dengan BBC, seorang menteri pemerintah mengatakan bahwa warga telah diberitahu tentang rencana penggusuran daerah tersebut pada September 2023.
Amito Araújo/BBC
Pemerintah telah memutuskan untuk menggusur daerah tersebut.
Kritikus di Timor-Leste juga mempertanyakan keputusan untuk menghabiskan jumlah uang yang sangat besar untuk kunjungan ini – termasuk US$1 juta (sekitar Rp 14,1 miliar) untuk sebuah altar baru.
Menurut PBB, hampir separuh dari populasi Timor Leste saat ini hidup di bawah garis kemiskinan nasional.
Ini adalah kunjungan kepausan pertama ke Timor-Leste sejak Paus Yohanes Paulus II mengunjungi pada tahun 1989, ketika negara tersebut masih di bawah pendudukan Indonesia.
Ketika Indonesia menyerbu bekas jajahan Portugal pada tahun 1975, hanya sekitar 20% orang Timor Timur adalah Katolik. Angka tersebut kini mencapai 97%.
Paus Fransiskus sebelumnya berada di Papua Nugini, di mana sekitar seperempat dari penduduknya mengidentifikasi diri mereka sebagai Katolik, dan Indonesia, di mana angkanya 3%.
Paus Fransiskus akan menyelesaikan tur di wilayah ini di Singapura akhir pekan ini.
Pelaporan tambahan oleh Amito Araújo di Dili