Seorang mantan pejabat yang dituduh memenjara dan menyulap 656 orang di estate-nya di Indonesia dengan dalih rehabilitasi narkoba telah dibebaskan dari tuduhan perdagangan manusia, menambah khawatirantentang korupsi yang berkembang di tingkat regional di negara tersebut.
Panel hakim tiga orang pada hari Senin menemukan mantan pejabat, Terbit Rencana Perangin-angin, tidak bersalah, pukulan bagi mereka yang mencari keadilan dan kompensasi untuk penahanan, pelecehan, dan kerja paksa.
“Kami cukup sedih karena di Indonesia, yang sudah menjadi negara merdeka selama beberapa dekade, masih ada praktik perbudakan modern, dan ini terjadi di rumah seorang pejabat publik yang bertanggung jawab melindungi warganya,” kata Anis Hidayah, anggota komisi hak asasi manusia Indonesia.
Persidangan dilakukan di Kabupaten Langkat, distrik berukuran kabupaten di Sumatra Utara tempat Bapak Perangin-angin lama berkuasa sebagai bupati dan beberapa kerabatnya menduduki posisi kekuasaan penting.
Setelah hakim membacakan putusan mereka, Bapak Perangin-angin berterima kasih kepada mereka dan berlutut di depan mereka, menyentuh kepalanya ke lantai. Penuntut, yang menuntut hukuman 14 tahun dan $140.000 sebagai restitusi, mengatakan akan banding.
Kasus ini telah menyoroti seberapa luasnya korupsi di tingkat regional di Indonesia, di mana gubernur, bupati, dan walikota besar sering disebut “raja-raja kecil.”
Kandang-kandang tersebut ditemukan pada Januari 2022 ketika penyelidik anti-korupsi yang mencari Bapak Perangin-angin dalam kasus suap terpisah menemukan 65 pria yang terkunci di estate-nya. Dia dinyatakan bersalah atas suap dalam kasus itu, dipenjarakan, dan dicopot dari jabatannya.
Sebagai bupati, Bapak Perangin-angin telah memulai program rehabilitasi narkoba yang menjanjikan perawatan gratis. Beberapa orang tua menyerahkan putra-putra mereka, dengan harapan program tersebut akan membantu mereka mengatasi kecanduan narkoba.
Namun para korban mengatakan mereka tidak pernah diberikan pengobatan kecanduan. Sebaliknya, mereka mengatakan mereka dikurung, dipukul, disiksa, dan dipaksa bekerja di perkebunan kelapa sawit, pabrik minyak kelapa sawit, dan tempat tinggal mantan bupati. Beberapa korban mengatakan mereka disiksa secara seksual oleh para pria penjaga mereka.
Penyelidikan polisi menemukan bahwa 656 pria dan remaja laki-laki dipenjarakan selama 10 tahun. Sebagian besar ditahan selama sekitar 18 bulan. Komisi hak asasi manusia menemukan bahwa enam tahanan meninggal, termasuk setidaknya tiga yang disiksa hingga tewas.
Badan perlindungan saksi dan korban Indonesia memperkirakan bisnis Bapak Perangin-angin menghasilkan $12 juta dari tenaga kerja tidak dibayar para tawanan. “Keputusan ini belum memberikan rasa keadilan bagi korban yang diduga, sebagaimana hak mereka,” kata Antonius Wibowo, wakil ketua badan tersebut, yang membantu banyak korban dan melindungi identitas mereka.
Penjaga di kandang-kandang di estate Bapak Perangin-angin termasuk prajurit dan polisi yang sedang tidak bertugas, serta anggota organisasi pemuda yang dikenal karena pemerasan dan dipimpin oleh Bapak Perangin-angin. Belasan pelaku yang dinamai oleh korban belum pernah diadili. Di antara mereka yang dihadapi tuduhan, tiga tahun adalah hukuman terpanjang yang diberikan.
Anak mantan bupati, Dewa Rencana Perangin-angin, dihukum karena menyiksa seorang pria hingga tewas dan dihukum penjara selama 19 bulan. Dia dibebaskan setelah menjalani setengah hukumannya.