Uni Eropa ingin memberlakukan sanksi terhadap tiga perusahaan China yang mendukung Rusia, menurut laporan.
Mereka juga mempertimbangkan perusahaan yang berbasis di Hong Kong, India, Serbia, dan Turki, berdasarkan laporan dari Bloomberg dan FT.
Ini akan menjadi pertama kalinya blok tersebut memberlakukan sanksi terhadap bisnis China dan India sejak invasi Ukraina.
Uni Eropa ingin memberlakukan sanksi terhadap tiga perusahaan China karena keterkaitan mereka dengan Rusia, menurut laporan dari Bloomberg dan Financial Times.
Mereka juga mempertimbangkan bisnis yang berbasis di India dan perusahaan dari Hong Kong, Kazakhstan, Serbia, Sri Lanka, Turki, dan Thailand, kata kedua media tersebut, mengutip draf proposal yang belum diumumkan.
Uni Eropa dilaporkan ingin melarang perusahaan berbisnis dengan pihak yang terdaftar, yang diyakini dapat membantu Kremlin dalam perang di Ukraina.
Negara-negara anggota yang menyetujui rencana tersebut akan menandai kali pertama blok perdagangan tersebut memberlakukan pembatasan terhadap bisnis China dan India sejak Rusia menginvasi tetangganya pada Februari 2022.
Setelah serangan itu, Uni Eropa, AS, dan negara-negara Barat lainnya bergegas memberlakukan sanksi terhadap Moskow, dengan memotong bank-bank Rusia dari sistem pembayaran SWIFT dan membatasi harga minyak. Uni Eropa sendiri telah memberlakukan 12 paket sanksi selama dua tahun terakhir.
Sementara itu, Cina dan India belum memberlakukan pembatasan serupa dan malah meningkatkan pembelian mereka atas minyak mentah Rusia.
Pada April 2023, presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen pergi ke Beijing untuk memperingatkan pemimpin China Xi Jinping untuk tidak mendukung upaya perang Rusia.
“Kunjungan ini dilakukan dalam konteks yang menantang dan semakin tidak stabil, terutama karena perang agresi Rusia terhadap Ukraina,” katanya dalam konferensi pers. “Posisi Cina dalam hal ini sangat penting bagi Uni Eropa.”
“Kami juga mengharapkan China untuk tidak memberikan peralatan militer, langsung maupun tidak langsung, kepada Rusia. Karena kita semua tahu, mempersenjatai penyerang akan melanggar hukum internasional. Dan itu akan sangat merusak hubungan kita,” tambah von der Leyen.
Baca artikel asli di Business Insider