Terkadang, kekerasan polisi menjadi titik pijak terpenting dalam perjalanan politik dan sosial. Keputusan pengadilan Perancis yang menghukum tiga petugas polisi atas penyalahgunaan kekuasaan terhadap Theo Luhaka, seorang pria muda berkulit hitam, telah memicu gelombang perdebatan tentang diskriminasi rasial di negara tersebut. Meskipun demikian, keputusan tersebut masih menimbulkan ketidakpuasan baik dari pihak serikat polisi maupun aktivis anti-kekerasan polisi.
Theo Luhaka, yang pada saat penangkapannya tidak memiliki catatan kriminal, mengalami luka di rektumnya setelah disergap oleh polisi selama pemeriksaan identitas. Tiga petugas polisi menyeret, memukul, dan menyemprotkan gas air mata ke wajah Luhaka, menyebabkan dia menjadi tidak bisa menahan kencing setelah menjalani dua kali operasi.
Meskipun pemain yang bersangkutan menyatakan tidak bersalah, pengadilan memutuskan bahwa tindakan mereka cenderung sebagai upaya penyerangan yang sengaja. Petugas yang menggunakan tongkat dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara setahun dengan masa percobaan, sedangkan dua petugas lainnya menghadapi hukuman penjara tiga bulan dengan masa percobaan. Meskipun hukuman ini lebih rendah dari tuntutan jaksa, keputusan ini tetap dianggap sebagai langkah maju dalam menegakkan hukum terhadap kasus kekerasan polisi.
Namun, yang tetap menjadi perhatian adalah isu diskriminasi rasial di Prancis, terutama dalam hal tindakan kepolisian terhadap warga minoritas. Meskipun perubahan dalam transformasi polisi telah dijanjikan oleh para pemimpin politik, namun kenyataannya menunjukkan bahwa masalah ini masih belum terselesaikan. Sebuah laporan dari ombudsman kebebasan sipil Prancis menunjukkan bahwa pria muda yang terlihat sebagai orang kulit hitam atau Arab ditemukan 20 kali lebih mungkin untuk menjadi sasaran pemeriksaan identitas polisi dibandingkan dengan populasi lainnya.
Kasus ini juga menggarisbawahi adanya hambatan dalam menegakkan hukum terhadap kasus kekerasan polisi, yang menyebabkan kehawatiran akan rasa impunitas yang efektif bagi petugas penegak hukum. Kondemnasi atas kasus ini harus memicu mobilisasi politik yang serius untuk memastikan bahwa supremasi hukum dihormati. Namun, realitanya menunjukkan bahwa keadaan ini belum mendapat dukungan politik yang serius.
Keputusan pengadilan ini menandai sebuah peristiwa penting dalam perjalanan perubahan sosial di Prancis, namun masih menjadi peringatan akan kompleksitas isu rasial dan kekerasan polisi di negara tersebut.