Ratu Kecantikan dan Xenophobia

Berita ini mengenai kontestan kontes kecantikan Chidimma Adetshina yang resmi menarik diri dari kompetisi Miss South Africa pada hari Kamis, 48 jam sebelum acara tersebut menyusul badai kontroversi dan protes publik yang mempertanyakan kewarganegaraannya.

Sejak mahasiswa hukum berusia 23 tahun itu mengumumkan partisipasinya dalam kontes tersebut pada bulan Mei, dia telah menjadi korban cyberbullying brutal dan pelecehan xenofobia, dengan para troll online mengatakan bahwa dia “tidak cukup Afrika Selatan” untuk berkompetisi.

Adetshina lahir di Soweto, township bersejarah Johannesburg. Ia sebelumnya mengatakan bahwa ayahnya berasal dari Nigeria dan ibunya adalah warga negara Afrika Selatan dengan akar Mozambik. Hukum Afrika Selatan menyatakan bahwa kewarganegaraan dapat diperoleh jika anda lahir di negara tersebut dan setidaknya satu dari orang tua anda adalah warga negara atau penduduk tetap.

Para troll mengkritik warisan Nigeria-nya, tetapi yang menjadi titik terakhir adalah perselisihan mengenai kewarganegaraan ibunya. Menyusul permintaan dari penyelenggara kompetisi, investigasi kementerian urusan dalam negeri menemukan bukti awal bahwa ibu Adetshina telah melakukan penipuan dan pencurian identitas pada tahun 2001. Ini menunjukkan bahwa dia mungkin bukan warga negara Afrika Selatan.

Pandangan Marché

Badai kebencian yang ditujukan pada Adetshina menyoroti jenis intoleransi tertentu di Afrika Selatan: Afrofobia.

Kerusuhan ini sudah mulai sejak penyelidikan terhadap ibunya. Hal ini benar-benar menjadi masalah setelah video Adetshina merayakan tempatnya di babak final dengan anggota keluarga Nigeria-nya menjadi viral.

Warga negara Nigeria yang tinggal di Afrika Selatan selama ini telah digunakan sebagai kambing hitam oleh politisi lokal untuk menutupi kegagalan mereka sendiri. Mitos yang beredar oleh beberapa partai sayap kanan adalah bahwa warga Nigeria adalah bandar narkoba yang membawa kejahatan ke negara itu.

Retorika berbahaya ini telah menyebabkan gelombang serangan xenofobia, terutama pada tahun 2008 di mana kekerasan dilakukan terhadap imigran Afrika di seluruh negara. Sejak demokrasi pada tahun 1994, ketegangan ini telah menyebabkan pengusiran lebih dari 100,000 orang dan kematian beberapa ratus menurut Xenowatch.

Tiga dekade sejak lahirnya diksi “Rainbow Nation” dan beberapa pemimpin di Pemerintah Persatuan Nasional (GNU) terus menyebarkan pesan Afrofobia.

Partai minoritas seperti Patriotic Alliance (PA) dan ActionSA (dengan sembilan dan enam kursi parlemen masing-masing) melakukan kampanye pemilu dengan tema anti-imigrasi dan PA secara khusus menjanjikan deportasi massal jika terpilih kekuasaan.

Partai-partai ini, yang dulunya ada di pinggiran politik Afrika Selatan, bersikap konservatif dan populis dalam ideologi dan praktik mereka. Mereka memiliki catatan merekrut kemiskinan dan perjuangan jutaan warga negara untuk naik kekuasaan.

Fakta bahwa bigot amat terbuka sekarang memegang kekuasaan pengambilan keputusan dalam GNU adalah menakutkan dan kemungkinan besar akan memperburuk penyakit yang membuat negara itu tercekik.

Persoalannya pada kompetisi Miss South Africa bukanlah tentang hukum. Ini tentang kebencian mendalam terhadap warga asing Afrika dan para politisi yang memanfaatkannya untuk keuntungan mereka.

Pandangan Dari NIGERIA

Telah terjadi gelombang kemarahan di media sosial Nigeria atas perlakuan terhadap Chidimma Adetshina. Ini merupakan topik yang sangat sensitif karena sudah ada laporan serangan xenofobia dan diskriminasi terhadap warga negara Nigeria di Afrika Selatan selama bertahun-tahun.

Menanggapi berita penarikannya dari kontes Miss South Africa, penyelenggara Miss Universe Nigeria mengundangnya untuk berpartisipasi dalam kompetisi mereka. “Ini adalah kesempatan untuk mewakili tanah kelahiran ayah anda di panggung internasional, dan kami percaya anda akan menjadi kontestan yang luar biasa,” kata direktur nasional Guy Murray-Bruce dalam sebuah pernyataan.