Ribuan orang telah turun ke jalan-jalan di seluruh Prancis untuk memprotes kekerasan seksual.
Protes pada hari Sabtu datang dua hari sebelum Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan.
Di ibu kota, Paris, kerumunan besar perempuan dan pria berbaris sambil mengibarkan spanduk ungu yang mengecam kekerasan berbasis gender dan membela hak reproduksi perempuan.
Para peserta mengungkapkan kekhawatiran tentang kemungkinan penurunan hak-hak perempuan di Amerika Serikat ketika Presiden terpilih Donald Trump kembali ke Gedung Putih pada bulan Januari. Wakil Presiden terpilih JD Vance mengatakan bahwa dia ingin adanya larangan aborsi nasional dalam wawancara podcast pada tahun 2022, namun sejak itu dia menegaskan bahwa setiap negara bagian harus menentukan kebijakannya sendiri.
Demonstran berbaris menentang kekerasan terhadap perempuan dua hari sebelum Hari Internasional Penghapusan Kekerasan terhadap Perempuan di Paris, Prancis pada 23 November 2024 [Mustafa Yalcin/Anadolu]
Koran Prancis Le Monde melaporkan bahwa sekitar 80.000 demonstran turun ke jalan di Paris, dengan 400 organisasi berbeda ikut serta dalam demonstrasi. Dikatakan bahwa ribuan orang juga turun ke jalan di kota-kota kecil di seluruh negara, termasuk 1.500 orang di Renne di luar Lyon di bagian tenggara Prancis.
Prancis mencatat hak-hak aborsi dalam konstitusi pada Maret — sebuah langkah yang sebagian besar dilihat sebagai respons terhadap langkah AS untuk mengurangi perlindungan hak-hak reproduksi kunci pada tahun 2022 ketika Mahkamah Agung mencabut undang-undang-aundang lama yang melindungi hak-hak aborsi secara nasional. Meskipun aborsi sudah legal sejak tahun 1975 di Prancis, perubahan konstitusi secara eksplisit menjamin akses aborsi. Prancis adalah negara pertama di dunia yang melakukannya.
Para pengunjuk rasa juga mengungkapkan solidaritas dengan Gisele Pelicot, yang mantan suaminya Dominique Pelicot dan 50 terdakwa lain sedang menjalani sidang atas dugaan bahwa para pria tersebut membiuskannya dan memperkosanya saat dia tidak sadarkan diri selama lebih dari sepuluh tahun. Pada bulan September, Dominique menerima tuduhan tersebut.
“Sayangnya, siapa pun bisa menjadi pelaku kekerasan. Bisa menjadi saudara kita. Bisa menjadi ayah kita. Bisa menjadi rekan kerja kita. Bisa menjadi atasan kita. Saya pikir itu adalah kejutan besar bagi orang,” kata Maelle Noir, yang mewakili kolektif feminis Nous Toutes, yang diterjemahkan sebagai Kita Semua, kepada kantor berita The Associated Press di protes Paris.
Peserta aksi memegang spanduk dalam protes kekerasan seksual di Paris, Prancis, pada 23 November 2024 [Mustafa Yalcin/Anadolu]
Protes di Paris [Mustafa Yalcin/Anadolu]