Serangan membangkitkan kembali ketakutan terorisme di Rusia. Setidaknya 20 orang tewas pada hari Minggu dalam serangan yang tampaknya terkoordinasi di wilayah Dagestan di Rusia bagian selatan, serangan paling mematikan di wilayah tersebut dalam 14 tahun. Otoritas Rusia telah menetapkan serangan itu sebagai tindakan teror, namun belum jelas siapa yang bertanggung jawab. Para penembak menargetkan kantor polisi serta sinagog dan gereja Ortodoks. Lima belas korban adalah petugas polisi. Salah satunya adalah seorang imam Ortodoks, yang tewas di gerejanya. Belum diketahui apakah para penyerang secara khusus menargetkan anggota penegak hukum. Lima penyerang akhirnya tewas oleh pasukan keamanan, demikian kata pejabat. Serangan tersebut mengingatkan pada kekerasan yang intens yang melanda Kaukasus Utara, sebuah wilayah yang sebagian besar Muslim, pada akhir tahun 1990-an dan awal 2000-an. Pertumpahan darah itu disebabkan oleh kombinasi fundamentalisme Islam dan kejahatan terorganisir. Memadamkannya menjadi salah satu poin pemanjangan sentral bagi presiden Rusia, Vladimir Putin, setelah dia berkuasa pada tahun 1999. Warisan tersebut kini berisiko digerogoti oleh kebangkitan kekerasan. Pada bulan Maret, empat penembak membunuh 145 orang di sebuah gedung konser dekat Moskow. Negara Islam mengklaim bertanggung jawab atas serangan itu. Analisis: Serangan pada hari Minggu telah menyorot tantangan yang dihadapi Rusia saat perang di Ukraina memberatkan ekonomi dan aparatus keamanannya.