“Pada hari ini, kami meratapi kehilangan yang menyentuh hati ini. Rania Abu Anza harus merasakan kepahitan yang begitu dalam setelah kehilangan anak kembar berusia lima bulan, seorang anak laki-laki dan seorang anak perempuan. Sekeluarga besar Rania di Rafah, Gaza Selatan, menjadi korban serangan Israel yang tidak menyisakan celah untuk bertahan. Dalam hitungan detik, dua anaknya, suaminya, dan sepuluh kerabat lainnya tewas, sementara sembilan orang lainnya masih tertimbun di bawah puing-puing.
Semua kerabat mereka ditemani kesedihan yang mendalam ketika rumah mereka hancur dilanda serangan tanpa aba-aba pada tengah malam. Israel menyebutkan Hamas sebagai dalang di balik tragedi ini, meski langkah mereka kerap tak terhindarkan merenggut nyawa warga sipil, terutama wanita dan anak-anak. Keluarga Abu Anza harus merasakan kehilangan yang begitu pedih, termasuk Rania yang kehilangan suami, anak-anak, saudara perempuan, keponakan, sepupu yang masih hamil, dan kerabat lainnya.
Rania dan suaminya Wissam, keduanya berusia 29 tahun, telah berjuang selama sepuluh tahun untuk mendapatkan keturunan. Walaupun dua kali percobaan fertilisasi dalam tabung gagal, ketiga kalinya mereka berhasil di tahun lalu. Namun, kebahagiaan mereka tak bertahan lama, karena kini ia harus meratapi kepergian orang-orang terkasihnya. Rafah, kota tempat mereka tinggal, kini dijadikan sasaran serangan beruntun, meningkatkan ketakutan di antara warga yang telah mengungsi.
Rasa putus asa dan ketakutan juga dirasakan oleh UNICEF yang menyatakan keprihatinan terhadap krisis kemanusiaan di Gaza. Anak-anak merupakan korban terbesar dalam konflik berdarah ini, dengan ribuan nyawa anak muda yang melayang. Sementara itu, sebagian besar populasi Gaza harus hidup di bawah bayang-bayang kelaparan dan kehilangan tempat tinggal.
Seraya menyeka air matanya, Rania berharap dapat lepas dari situasi yang menghantui ini. Ia menyadari bahwa bantuan kemanusiaan sedikit demi sedikit mulai tak tersentuh di Gaza. Harapan pun mungkin semakin tipis karena Rafah, yang sebelumnya relatif aman, kini akan menjadi target serangan selanjutnya. Hanya Tuhan yang tahu kapan kisah pilu ini akan berakhir.”