Mohammed Deif, komandan militer Hamas di Gaza, berhasil melarikan diri dari upaya Israel untuk membunuhnya dan sedang “baik-baik saja”, kata pejabat senior kelompok Palestina itu.
Pernyataan resmi Hamas pada hari Minggu tersebut mengikuti laporan bahwa Deif menjadi sasaran serangan udara Israel di area selatan wilayah yang terkepung itu yang menewaskan setidaknya 90 orang dan melukai 300 lainnya.
“Komandan Mohammed Deif dalam keadaan baik dan langsung mengawasi” operasi sayap militer Hamas, demikian kata pejabat tersebut kepada kantor berita AFP.
Israel mengatakan serangan bom Sabtu ke kamp al-Mawasi, zona kemanusiaan yang ditentukan di Gaza, bertujuan membunuh Deif, yang sudah lama menjadi orang yang paling dicari oleh Israel.
Sebagai tanggapan atas klaim Hamas, Kepala Staf Umum Israel Herzi Halevi mengatakan dalam pernyataan televisi pada hari Minggu bahwa Hamas “mencoba menyembunyikan hasil” serangan udara mereka ke sebuah kompleks tempat Deif diduga bersembunyi.
Masih terlalu dini untuk merangkum hasil serangan itu, yang coba disembunyikan oleh Hamas, kata Halevi.
Deif adalah salah satu pendiri sayap militer Hamas, Brigade Qassam, pada 1990-an dan telah memimpin pasukan tersebut selama lebih dari 20 tahun. Dia juga dikatakan sebagai figur kunci yang merencanakan serangan bom bunuh diri yang menyebabkan kematian puluhan warga Israel.
Israel mengidentifikasi dia dan pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar, sebagai arsitek utama dari serangan 7 Oktober yang menewaskan setidaknya 1.139 orang di selatan Israel dan memicu perang mereka di Gaza.
Pada pagi 7 Oktober, Hamas telah menyiarkan rekaman suara langka dari Deif yang mengumumkan operasi “Banjir Al-Aqsa”, menandakan serangan sebagai pembalasan atas serangan Israel di Masjid Al-Aqsa di Yerusalem, situs ketiga dalam agama Islam.
Deif, 58 tahun, jarang berbicara atau muncul di publik. Jadi ketika saluran TV Hamas mengumumkan dia akan berbicara pada 7 Oktober, warga Palestina di Gaza tahu bahwa ada hal penting yang sedang terjadi.
Berbicara dengan suara tenang dalam rekaman itu, Deif mengatakan Hamas telah berkali-kali memperingatkan Israel untuk menghentikan kejahatannya terhadap rakyat Palestina, melepaskan tahanan, dan menghentikan pengambilalihan tanah Palestina.
“Hari ini kemarahan Al-Aqsa, kemarahan rakyat dan bangsa kami meledak. Mujahidin kami, hari ini adalah hari kalian untuk membuat penjahat ini mengerti bahwa waktunya sudah berakhir,” kata Deif.
‘Bima’ dari Khan Younis. Lahir pada tahun 1965 di kamp pengungsi Khan Younis, didirikan setelah Perang Arab-Israel 1948, Mohammad Masri menjadi dikenal sebagai Mohammed Deif setelah bergabung dengan Hamas selama Intifada pertama, atau pemberontakan Palestina, pada tahun 1987.
Deif memiliki gelar ilmu pengetahuan dari Universitas Islam di Gaza, di mana ia belajar fisika, kimia, dan biologi. Dia memimpin komite hiburan universitas dan sering tampil di panggung.
Pada tahun 1989, selama puncak Intifada Palestina pertama, Deif ditangkap oleh Israel dan dibebaskan setelah 16 bulan dalam tahanan. Dia menjadi kepala Brigadir Qassam pada tahun 2002 setelah Israel membunuh pendahulunya dan pemimpin pendiri, Salah Shehadeh.
Beberapa upaya pembunuhan yang dilakukannya dimulai setelah dia berhasil menggantikan Shehadeh.
Deif berarti “pengunjung” atau “tamu” dalam bahasa Arab, dan ada yang mengatakan itu karena komandan militer Hamas selalu berpindah-pindah dengan pemburu Israel di belakangnya.
Menurut laporan, Deif kehilangan satu mata dan menderita luka serius di salah satu kakinya dalam salah satu upaya pembunuhan Israel. Bertahan hidup sambil memimpin sayap bersenjata Hamas menjadikannya sebagai “bima” di antara orang Palestina.
Naik ke jajaran Hamas selama 30 tahun, Deif diyakini telah mengembangkan jaringan terowongan dan keahlian pembuatan bom kelompok tersebut.
Pada Agustus 2014, istri dan putranya yang berusia tujuh bulan tewas dalam serangan udara Israel yang menargetkan sebuah rumah di Gaza di mana keluarga itu tinggal.
Pada bulan Mei, Jaksa Pengadilan Pidana Internasional mengatakan dia telah meminta penangkapan bagi Deif, Sinwar, dan figur Hamas lainnya atas serangan 7 Oktober. Surat perintah penangkapan juga dikeluarkan untuk Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas respons Israel yang sejauh ini telah menewaskan setidaknya 38.584 orang dalam apa yang disebut kelompok-kelompok hak asasi manusia sebagai genosida yang sedang berlangsung.