Thailand telah memperkenalkan sebuah rancangan undang-undang baru untuk mengatur industri ganja di negaranya, dengan fokus pada penggunaan medis dan penelitian saat pemerintah berupaya untuk mengendalikan konsumsi rekreasi. Rancangan undang-undang tersebut, yang dipublikasikan akhir pekan lalu oleh Kementerian Kesehatan Masyarakat, memungkinkan penggunaan ganja dan ekstraknya untuk pengobatan medis dan penelitian, serta produk pangan, herbal, dan kosmetik. Secara mencolok, rancangan undang-undang ini tidak melarang ganja rekreasi secara langsung, berbeda dengan rancangan sebelumnya, dan juga menghindari mereklasifikasi tanaman ini sebagai narkotika. Selain itu, rancangan undang-undang ini juga memperketat aturan tentang penanaman, penjualan, dan ekspor ganja, mengharuskan lisensi atau izin baru. Masukan dari masyarakat terhadap rancangan undang-undang yang diusulkan ini akan dibuka hingga 30 September, dengan kemungkinan adanya perubahan sebelum diajukan ke parlemen untuk persetujuan.
Dalam rancangan undang-undang ini, konsumsi non-medis bisa mengakibatkan denda hingga 60.000 baht ($1.800), sementara penjualan tanpa izin bisa menyebabkan hukuman penjara satu tahun atau denda hingga 100.000 baht ($3.000). Hal ini mengikuti keputusan Thailand pada tahun 2022 untuk mendekriminalisasi ganja, yang mengakibatkan pembukaan lebih dari 9.400 toko di seluruh negeri. Oposisi politik dari Partai Bhumjaithai, yang mendukung legalisasi ganja, telah mempengaruhi Partai Pheu Thai yang berkuasa untuk meninggalkan rencana untuk mereklasifikasi tanaman ini sebagai narkotika.