Saat matahari terbit di tengah pegunungan Bukit Barisan, airtama sudah mengalir di pipi para petani di Sumatera Selatan. Mereka memandang penuh haru dan kebanggaan saat sapi-sapi mereka dipersiapkan untuk ajang pacu sapi, sebuah ritual adat yang telah berlangsung sejak zaman nenek moyang mereka.
Pacu sapi, atau lebih dikenal dengan istilah “Pacu Javi”, merupakan tradisi yang masih dijaga hingga sekarang di daerah pedalaman Sumatera. Ribuan orang berkumpul di alun-alun desa setempat untuk menyaksikan balapan sapi-sapi yang dilakukan oleh para petani dengan penuh semangat dan keberanian.
Sebelum balapan dimulai, para petani melakukan ritual-ritual khusus untuk menyucikan sapi-sapi mereka. Mereka mengalungi tubuh sapi dengan kain putih dan menyiramkannya dengan air suci. Setelah itu, mereka membaca doa-doa dan mantra-mantra kuno untuk memohon keselamatan dan kemenangan bagi sapi-sapi tersebut.
Setelah persiapan selesai, saatnya para petani memacu sapi-sapi mereka di lintasan yang sempit dan berbatu. Teriakan sorak sorai penonton memenuhi udara, sambil beberapa orang berteriak memotivasi sapi-sapi agar berlari lebih cepat. Seorang penonton mengatakan bahwa melihat sapi-sapi berlari dengan penuh semangat adalah pengalaman yang luar biasa, dan dapat membuat hati mereka terasa begitu hidup.
Tapi pacu sapi bukan hanya sekadar ajang hiburan semata. Bagi masyarakat Sumatera, pacu sapi memiliki makna yang sangat dalam. Balapan sapi dianggap sebagai bentuk persembahan kepada leluhur dan dewa-dewa atas hasil panen yang melimpah. Selain itu, pacu sapi juga dijadikan sebagai ajang persaudaraan antar petani dalam mempererat tali kebersamaan di antara mereka.
Namun, tradisi pacu sapi juga tidak luput dari kontroversi. Beberapa kalangan mengkritik tradisi ini karena dianggap melanggar hak-hak hewan. Namun, bagi masyarakat Sumatera, pacu sapi adalah bagian tak terpisah dari identitas budaya mereka yang harus dijaga dan dilestarikan.
Seiring berjalannya waktu, pacu sapi semakin terkenal dan menjadi daya tarik wisata yang unik di Sumatera Selatan. Banyak turis lokal maupun mancanegara yang datang ke daerah tersebut untuk menyaksikan langsung kegagahan dan keberanian sapi-sapi dalam balapan.
Dengan segala kontroversi dan polemik yang mengiringi, pacu sapi tetap menjadi tradisi yang diwarisi turun-temurun oleh masyarakat Sumatera. Keberadaannya sebagai bagian dari warisan budaya Indonesia yang kaya akan tradisi-tradisi adat harus tetap dijaga dan dilestarikan, agar generasi-generasi mendatang dapat terus merasakan keindahan dan kearifan lokal yang dimiliki oleh masyarakat Sumatera.