“Pokoknya kalo lo liat pahlawan klasik, hampir pasti cowok-cowok gitu — dari jaman John Wayne sampe Clint Eastwood — biasanya sangat pendiam,” katanya, nambahin kalo penampilan bisu yang dilakukan oleh Holly Hunter di “The Piano” dan Jane Wyman di “Johnny Belinda” berhasil dapetin Oscar buat mereka berdua. “Kalo ada orang dengan banyak konflik dan mereka diam, penonton bakal nangkep banyak hal. Itu hal yang emang cuma bisa lo lakuin di dunia sinematografi.”
Taylor-Joy nangkep maksud dari perkataan Miller tapi tetep mikir Furiosa berhak buat marah. “Gue adalah pendukung keras dari kemarahan perempuan,” katanya, nunjukin kalo di banyak film, karakter perempuan cuma dihadapin dengan berbagai cobaan sambil nangis sebutir air mata aja.
“Gue ini mah manusia, dan pasti ada titik dimana seseorang jadi emosi,” katanya. “Ada satu teriakan di film itu, dan gue serius waktu bilang kalo gue perjuangin teriakan itu selama tiga bulan.”
Pas lagi bikin “Fury Road,” Theron juga berperang buat karakternya, berargumen kalo saat Furiosa dipertaruhkan, dia butuh ekspresi yang memecah. Miller akhirnya setuju, dan hasilnya — sebuah adegan yang diimprovisasi oleh Theron dimana Furiosa jatuh berlutut dan teriak primal — memberi film itu salah satu momen ikoniknya. Saat gue cerita negosiasi itu ke Taylor-Joy, dia angguk.
“Dengan George, ini lama mainnya,” ujarnya. “Kamu tanam benihnya hari pertama, biarkan sebentar, terus cek lagi.” Suatu kali, dia debat pilihan karakter dengan intensitas sampai suaranya pecah di depan Miller dan dia mulai nangis. “Dia bilang, ‘Lo peduli banget, indah.’ Dan gue bilang, ‘Gue coba ngomong sesuatu sama lu!'”
Meskipun begitu, salah satu tujuan utamanya adalah memastikan sutradara berumur 79 tahun tersebut selalu merasa dihormati.
“Gue mau pastiin kalo gue ga pernah arogan dengan cara apapun, bahwa itu selalu jadi percakapan,” katanya. “Akhirnya-akhirnya, ini visi dia. Gue bisa presentasiin semua yang gue punya, tapi kata dia yang akan diikutin.”