“Pilihan Sinwar sebagai pemimpin sayap politik Hamas adalah langkah yang cukup kontroversial, mengingat perannya dalam serangan mematikan terhadap Israel. Menurut sumber terpercaya, ia telah lama dianggap sebagai arsitek strategi militer Hamas di Gaza. Namun, penetapannya sebagai pengganti Haniyeh masih menuai pro dan kontra di kalangan anggota Hamas. Sinwar, yang keras kepala dan dianggap sebagai target utama oleh Israel, diyakini bersembunyi di terowongan di Gaza. Pertarungan antara Hamas dan Israel semakin sengit, terutama setelah kematian Haniyeh yang diduga dilakukan oleh Israel. Revans Hamas, bersama Iran dan kelompok-kelompok proksi lainnya, seperti Hezbollah di Lebanon dan Houthi di Yaman, nampaknya tak terhindarkan. Israel enggan berkomentar mengenai kematian Haniyeh, namun pejabat AS secara diam-diam menilai Israel sebagai pelakunya. Situasi semakin memanas, dengan Iran bersumpah membalas atas kematian Haniyeh, sementara Israel siap membalas setiap tindakan agresi terhadap mereka. Di tengah ketegangan, Amerika Serikat mengirim tambahan pesawat tempur dan kapal perang ke Timur Tengah untuk menghadapi ancaman rudal, roket, dan drone. Konflik yang melibatkan Hamas dan Israel seringkali menunjukkan adanya konflik internal di Hamas, terutama antara sayap politik dan militer. Penunjukan Sinwar sebagai pengganti Haniyeh mencoba untuk mempertemukan dua sisi tersebut, namun situasinya masih sangat rawan. Meskipun begitu, ketua militer Israel menyatakan bahwa mereka tak akan berhenti mengejar Sinwar sampai dapat ditangkap, hidup atau mati. Sinwar sendiri memiliki latar belakang yang kontroversial, sejak bergabung dengan Hamas pada tahun 1980-an hingga dipenjara oleh Israel atas tuduhan pembunuhan. Pemilihan Sinwar menuai dukungan dari berbagai pihak di Hamas, meski terlalu dini untuk membahas dampaknya terhadap perundingan gencatan senjata. Konfrontasi tak terelakkan, dan respon dari semua pihak akan menentukan arah konflik selanjutnya.”